Pertahanan berbasis ekonomi adalah role model untuk menangkal ancaman. Negara tak boleh kalah melawan kartel yang mengincar pulau-pulau terluar.
Inskripsi itu terpahat di batu prasasti setinggi 2 meter lebih. Posisinya berada di bawah rerimbunan batang pohon, di mulut dermaga kayu dan samudera bebas. Inilah tugu saksi bisu menyembulnya kembali Pulau Nipa yang nyaris tenggelam digerus air laut dan penambangan pasir illegal.
Dari titik koordinat 1° 9′ 13″ LU, 103° 39′ 11″ BT, reklamasi pulau etalase Indonesia di jalur pelayaran dunia itu ditancapkan. Syahdan, Nipa ditetapkan sebagai pulau terluar NKRI pada 20 Februari 2004.

"Yang teken Buk Mega (Megawati Soekarnoputri, Presiden RI kala itu)," kata Muhammad Reza, pemandu media ini, Rabu 8 Maret 2023, di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Baca Juga: Praktisi Hukum: Pertahanan Berbasis Ekonomi di Pulau Nipa Harus Didukung
Reza ikut meriung berjalan kaki mengelilingi pinggiran punggung pulau terluar Indonesia itu setelah berlayar satu jam lebih, 30 mil, dari dermaga Tanjung Riau, Batam. Tim menumpang speed boat bertenaga 30 knot dan bermesin 750 paardenkracht. Lalu, melintasi gugusan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau dan berselisihan kapal-kapal barang ukuran raksasa.
Di siang menyengat itu tubuh gempal Reza dibanjiri peluh, terpanggang sinar baskara yang hampir sejajar di atas kepala. Ini adalah perjalanan menuju dermaga kayu tugu Megawati, tempat sandar speed boat setelah menurunkan tim di dermaga depan Pos Lantamal. “Ombak kencang, kapal gak boleh sandar di depan, takut pecah terbentur dermaga beton,” Reza menjelaskan sambil terus berjalan.
Sesekali Reza menoleh ke kiri, ke arah kapal-kapal kargo danawa yang lempar jangkar di perairan internasional, di beranda pelabuhan Singapura. "Mereka antre bang. Dan kalau bongkar muat antarkapal di perairan kita, tugboat itu yang memandu," cerita Reza sambil menunjuk dua tugboat parkir di perairan Indonesia.
Mengenakan topi pet putih, sepatu ket, blue jeans dan kaos dibungkus rompi cokelat, lelaki 38 tahun ini tampak enerjik. Ia berusaha menjelaskan fungsi batu pemecah ombak yang membentengi sekeliling pulau seluas 62 hektare itu.
Baca Juga: Istono: Broker Singapura “Ganggu” Investasi di Pulau Nipa
Ribuan tumpukan batu cetakan berbentuk segi tiga, berdiameter dua kali lebih besar dari ban truk tronton, mencuri perhatian para pelintas. Batu-batu perisai terjangan air laut itu mengelilingi bibir pantai Pulau Nipa yang nyaris karam pada 2002. "Biar pulau gak abrasi," katanya.
Di sisi kanan sepanjang perjalanan kaki, pulau yang dulunya tandus, kini menghijau ditanami pohon pinus dan aneka tumbuhan. Sebagian pepohonan liar tumbuh subur di air payau menutupi area terbatas markas Pos TNI AL, penjaga terdepan di Pulau Nipa. Tumbuhan hutan muda itu terus bergerak melambai digoyang angin dan sisa hempasan air laut yang merembes dari bawah jalan lintasan Reza dan tim.
Belasan menit kemudian, di ujung jalan, Reza dan tim membelok ke kanan. Ia menunjukkan kawat pembatas yang memisahkan antara zona militer dan area konsesi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Asinusa. Persis di depannya, tumpukan kontainer berjajar seperti batu domino.

Artikel Terkait
Cak Imin Penuhi Undangan Silaturahmi Nasional JMSI di Batam
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana: Kehadiran BUP di Pulau Nipa Kuatkan Kedaulatan Indonesia
20 Calon Anggota KPU Kepri Jalani Test Wawancara
Puluhan Pelaku UMKM Mendapat Pelatihan Industrialisasi dari Diskop UKM Provinsi Kepri
Silahturahmi Nasional, JMSI Kepri Targetkan Pilot Project Jurnalis Club
Pangkoopsud I Meninjau Langsung Lokasi Pembangunan Apron dan Taxiway Lanud RHF
20 KPM Desa Teluk Siantan Terima BLT DD, Ismaya Lokadi: Penerima BLT Warga Miskin yang Belum Tercover Bantuan
Jalan Berombak Asinusa di Laut Nipa
Dodi Haryono: Tinggalkan Pendekatan Ego Sektoral dalam Mengelola Pulau Nipa
Prof Wihana: Pulau Nipa dan Paradigma Membangun dari Pinggiran